AKHIR TRAGIS SEORANG TUKANG SANTET

Dia selalu minta bantuan dukun untuk mewujudkan semua keinginannya dan kemauan anaknya.

Sore itu, tiba-tiba saja kampung x, Bogor, dikejutkan dengan berita kematian Pak Sugi. Sebuah hal yang tidak pernah diduga oleh warga karena keadaan Pak Sugi yang baik-baik saja sebelumnya. Yang lebih mengejutkan, wajah Pak Sugi berwarna kuning kehitam-hitaman seperti gosong. Padahal, kulit Pak Sugi adalah sawo matang, warna khas kulit Indonesia. 

Warga pun kemudian menyimpulkan bahwa Pak Sugi meninggal mengenaskan. Apa pasalnya, lelaki berusia 55 tahun itu meninggal dengan kondisi demikian? Padahal, ia adalah lelaki gagah bergelimang harta karena memiliki sebuah perusahaan di bidang jual beli barang bangunan (matrial).

Kisah ini diperoleh dari Neng Asni, perempuan yang pernah menjalin kasih dengan Asmui (anak Pak Sugi). Konon, Asmui adalah lelaki tampan berambut cepak (sering juga botak) dengan badan tegap dan dada bidang. Di kampung, Asmui terkenal sebagai anak yang badung (nakal). Sering mabuk dan suka nongkrong gak jelas setiap malamnya. Namun, satu hal yang membuat Neng Asni kesal adalah perilaku Asmui yang kasar. Belum jadi suaminya, tapi sudah mengatur-atur dirinya dan kadang menampar.

Neng Asni kerapkali minta putus lewat telpon, tapi setiap kali bertemu dengan Asmui niatnya selalu luntur. Tiba-tiba saja Asmui seperti menampakkan wajah yang memelas, sehingga Neng Asni pun tidak tega meninggalkannya. “Saya seperti disirep atau disantet gitu,” ujar Neng Asni.

Selidik punya selidik, ternyata Asmui memang menggunakan aji pengasihan, yang dimintanya dari sang bapak, Pak Sugi. Ketika Neng Asni berusaha untuk memutuskan ikatan cinta, Asmui selalu minta bantuan bapaknya agar menyirep perempuan itu. Konon, ajian yang didapatkan Pak Sugi sendiri didapatkannya dari orang di Sukabumi.

Begitulah seterusnya yang terjadi pada Neng Asni, dia tidak pernah bisa putus cinta dengan Asmui padahal hatinya menginginkannya, karena ulah santet yang dilakukan oleh Pak Sugi, yang tidak lain adalah ayah Asmui. Dan cinta mereka terjalin selama bertahun-tahun.

Menurut Neng Asni, Pak Sugi seringkali menggunakan jasa dukun bukan saja dalam kasus dirinya dan anaknya, tapi juga pada kasus-kasus lain. “Usahanya bisa berkembang, ya karena itu juga,” ujarnya. Maksudnya, usaha matrial (bahan bangunan) Pak Sugi bisa berkembang karena ada andil sang dukun di belakangnya. Pak Sugi melakukan ritual-ritual dan menggunakan aji penglaris agar usahanya berkembang. Dan usahanya memang berkembang, karena Pak Sugi memiliki rumah yang megah dan mobil yang banyak: 3 buah (merk AVZ, CVR, dan KJG).

Senjata Makan Tuan

            Namun, suatu kali Pak Sugi tampaknya sedang apes. Kisah ini berawal dari Neng Asni yang memiliki lelaki idaman lain. Rupanya, di tempat kerjanya perempuan itu bertemu dengan lelaki yang bisa membuatnya tertarik. Lelaki yang kemudian diketahui bernama Mardi itu, sebenarnya bekerja di tempat lain. Lokasinya yang berdekatan dengan tempat kerja Neng Asni, rupanya membuat mereka kemudian tidak sengaja bertemu.

            Saat itu Neng Asni sedang menabungkan uang milik bosnya dan melewati kantor, tempat Mardi bekerja. Pada saat bersamaan Mardi sedang nongkrong di depan kantornya karena jam istirahat. Dari situlah Mardi jatuh cinta dan mulai mendekatinya setiap waktu, yang akhirnya membuat Neng Asni pun bertekuk lutut.

            Neng Asni sadar bahwa dia telah menyelingkuhi pacarnya, Asmui. Tapi, hal itu terpaksa ia lakukan karena sebenarnya sejak dulu ia ingin putus dengan Asmui, tetapi selalu saja tidak bisa. Neng Asni dan Mardi pun seperti menghadapi tembok tinggi dan besar, karena harus berhadapan dengan kekejaman Asmui. “Dia bisa melakukan apa saja agar tidak putus dengan saya,” ujar Neng Asni.

            Menurut Neng Asni, banyak lelaki yang mendekatinya karena dia memang memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang tinggi semampai, namun saat itu pula Asmui selalu bertindak kasar kepada mereka. “Mereka kadang dipukulin sama dia dan teman-temannya,” ujar perempuan muda berusia 30-an tahun tersebut.

            Hal ini pula, ditakutkan akan terjadi pada Mardi. Karena itu, Neng Asni selalu bilang pada Asmui kalau Mardi adalah pacar dari temannya. Beberapa saat hubungan Neng Asni dan Mardi tidak diketahui oleh Asmui. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. “Tapi, herannya dia tidak berani bertindak kasar pada Mardi,” ujarnya.

            Mungkin Asmui melihat bahwa Mardi bekerja di sebuah perusahaan bonafit dan orang yang berpendidikan. Bertindak kasar adalah cara yang tidak elegan bila diterapkan pada Mardi. Akhirnya, langkah pertama yang dilakukan oleh Asmui adalah melarang Neng Asni bekerja lagi.

            Akhirnya, Neng Asni memang tidak bekerja lagi. Tapi, di luar itu, hubungan antara Mardi dan Neng Asni masih berlanjut. Mardi sendiri tidak mau putus dengan Neng Asni karena berusaha menyelamatkan perempuan itu dari kekangan Asmui.

            Suatu ketika Mardi berencana untuk melamar Neng Asni. Ternyata niat ini terendus oleh Asmui. Jalan kasar jelas tidak bisa. Akhirnya, jalur spiritual pun dilakukan oleh Asmui, dengan minta bantuan pada bapaknya. Pak Sugi, yang sebenarnya memang punya ilmu kebatinan, akhirnya berangkat ke Sukabumi lagi bersama anaknya untuk mendapatkan aji pengasihan lagi. Setelah jimat itu didapatkan, mereka pun pulang.

            Dari jauh, Pak Sugi pun melakukan ritual-ritual untuk menyantet Neng Asni agar membatalkan lamaran Mardi dan teringat kembali dengan Asmui, anaknya. Benar saja, Neng Asni tiba-tiba merasakan tubuhnya panas. Tapi, saat itu malam hari, bagaimana bisa panas? Dan hal yang mengejutkan pun kemudian terjadi, “Asmui…Asmui…Asmui…”.

            Tiba-tiba Neng Asni mengucap nama Asmui berkali-kali di bibirnya, dan hal itu ia dilakukan di depan Mardi. “Aku mau ketemu Asmui,” selorohnya begitu saja.

            Mardi sangat terkejut dengan ucapan Neng Asni yang tiba-tiba meluncur begitu saja. Mardi berusaha menyadarkannya, tapi tidak bisa karena perempuan itu sudah ada dalam pengaruh sirep santet. Mardi yang saat itu sedang berada di rumah Neng Asni untuk silaturrahmi, akhirnya mencari ustadz yang pintar dalam bidang kebatinan. Orang itu pun didapatkannya. Seketika ustadz tersebut mengusir pengaruh santet yang menimpa Neng Asni. Setelah itu, Neng Asni pun sadar dan bingung atas apa yang menimpa dirinya.

            “Ada apa ini, kok banyak orang,” ujar Neng Asni kebingungan.

            “Kamu gak tahu ya, kalau tadi kamu baru saja disantet,” ujar Mardi.

            Neng Asni yang merasa kecapekan akhirnya meminta untuk istirahat dan tidur. Sementara, setelah itu, Mardi pun pulang ke rumahnya. Begitu juga dengan ustadz dan orang-orang yang datang melihat kejadian itu, kembali ke rumah mereka masing-masing.

            Malam itu pun kembali hening. Hanya ada bintang dan bulan yang menerangi malam. Sekali-kali suara jangkrik dari arah lapangan terdekat rumah Neng Asni berbunyi bersahut-sahutan. Dan malam pun usai berganti siang.

            Tapi, rupanya, itu bukanlah kejadian terakhir yang menimpa Neng Asni. Sejak kejadian malam itu, ternyata Asmui lewat bapaknya Pak Sugi, terus-menerus menyantet Neng Asni agar mau membatalkan lamaran Mardi dan rela kembali pada pelukannya. Tercatat ada lima kali Asmui menyantet Neng Asni, tapi sebanyak itu pula hal tersebut bisa teratasi.

            Puncaknya, adalah terjadi pada malam Jum’at Kliwon. Jam 8 malam, Mardi main ke rumah Neng Asni. Tapi, di tengah asyiknya mereka bersenda gurau, tiba-tiba Asni kembali merasakan tubuhnya panas. Dan kejadian serupa pun terjadi kembali, Neng Asni kerasukan lagi. Kebetulan, saat itu tidak ada ustadz yang dulu mengobatinya. Mardi kebingungan. Karena tidak ada yang bisa membantu masalah itu, kejadian itu terus berlangsung hingga tengah malam. Neng Asni terus berada pada pengaruh santet Asmui. Selama dalam pengaruh itu, Neng Asni berontak ingin pergi menemui Asmui, tapi selalu dijaga ketat oleh Mardi dan keluarganya.

            Pada tengah malam, sang ustadz datang. Dia pun segera mengusir pengaruh jahat pada Neng Asni, yang kekuatannya jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Karena Neng Asni tidak saja menyebut-nyebut nama Asmui, tapi juga melakukan pemberontakan ingin berlari dan menemui lelaki itu, meski sudah tengah malam.

            Setelah melakukan perang batin antara ustadz dan orang yang menyantet Neng Asni, akhirnya pengaruh jahat tersebut bisa diusir. Tapi, kali ini rupanya sang ustadz sudah kadung kesal. Sesaat setelah pengaruh jahat itu hilang ia pun berdoa agar orang jahat yang melakukan tindakan kotor tersebut kena batunya dan mendapatkan balasan dari Allah.

            Benar saja. Beberapa hari setelah kejadian itu, Pak Sugi ditimpa sakit. Dalam tempo singkat, sakitnya parah dan akhirnya meninggal dunia. Yang mengerikan, wajah Pak Sugi tampak berwarna kuning kehitam-hitaman seperti gosong. Padahal, dia tidak terbakar. Akhirnya, kabar pun terendus ke permukaan bahwa hal itu bisa jadi karena ulah yang dilakukan oleh Pak Sugi sebelumnya, yang suka menggunakan ilmu perdukunan untuk mewujudkan segala keinginannya. Dia terkena oleh ilmu santetnya sendiri alias senjata makan tuan.

            Rupanya kematian Pak Sugi, membuat Asmui sangat syok. Menurut Neng Asni, sejak itu Asmui tampaknya mulai sadar dan tidak berani lagi mengganggu dirinya dan Mardi. Bahkan, Neng Asni dan Mardi akhirnya menikah.

            Demikian kisah yang terjadi pada Pak Sugi di kampung x, Bogor. Dari kisah ini kita bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa janganlah kita mengambil jalan pintas atau salah, misalnya perdukunan, untuk mewujudkan segala keinginan kita. Karena hal itu efeknya sangat buruk, bukan saja buat orang lain, tapi juga buat kita sendiri kelak. Semoga!

Eep Khunaefi/Dimuat Hidayah edisi 115