Selasa, 04 Januari 2011

KEKUATAN DOA MEMBAWAKU KE TANAH SUCI


“Sebelum mengirim undian, ia shalat dan berdoa dulu kepada Allah. Demikian yang ia lakukan setiap saat.”

Ya, doa adalah sebuah entitas yang sangat urgen. Dengan berdoa, kita akan mendapatkan kekuatan dan keberkahan dari Allah. Dengan berdoa pula, kita akan menjadi hamba Allah yang paling beruntung di dunia.
Itulah yang dirasakan oleh Hajar A. Salam, SH. Perempuan muda (36), yang sehari-hari menjalani profesinya sebagai ibu rumah tangga dan sekali-kali membantu sang suami di klinik. Baginya, doa sangat penting dalam hidup ini. Doa bisa membuat hidupnya bertambah berkah. Doa bisa membuatnya lebih percaya diri. Dan doa pula, yang membuat keinginannya dikabulkan oleh Tuhan. Sebuah keinginan yang juga diinginkan oleh umat Islam pada umumnya, yaitu pergi ke tanah suci.
Untuk mewujudkan keinginannya itu, Hajar kerapkali berdoa kepada Allah: pagi, siang, petang dan malam. Ia terus berdoa agar bisa menengok keagungan Baitullah, Masjidil Haram, Makam Nabi dan sebagainya. Tak pernah jera ia lakukan, apakah doanya dikabulkan atau tidak. Tapi, satu hal yang diyakininya bahwa doa yang dipanjatkannya kepada Allah pasti suatu saat akan dikabulkan oleh-Nya.
Doa Hajar tidak saja untuk dirinya, tapi juga untuk tantenya, yang selama ini selalu menyertainya. Yang selama ini selalu mengemongnya hingga menjadi perempuan dewasa dan menikah dengan lelaki yang dicintainya. Sebuah permintaan yang mulia tentunya.
Hingga suatu hari, sang suami yang berprofesi sebagai dokter, tiba-tiba mengajaknya untuk pergi ke tanah suci. Hajar tentu saja terkejut. Apakah benar ajakan sang suami tersebut, apalagi ternyata tantenya diajaknya pula? Wah, ini benar-benar bukan sebuah kabar baik lagi, tapi kabar yang luar biasa baik.
Akhirnya tahun 2007, Hajar dan sang suami pun mendaftarkan hajinya ke Depag lewat sebuah travel ibadah haji dan umrah. Ia mendaftar untuk keberangkatan tahun 2008. Namun, karena banyaknya pendaftar, akhirnya Hajar, suami dan tantenya masuk dalam daftar tunggu. Artinya, tahun 2008, mereka belum tentu bisa berangkat.
Hajar hanya pasrah mendengar kenyataannya ini. Namun, ia tak pernah jera untuk berdoa kepada Allah. Tidak ada kata mustahil bagi Allah. Ia berharap kepada-Nya agar segera diberangkatkan juga ke tanah suci. Hatinya, tampaknya, sudah “sangat rindu” ingin bertemu Baitullah dan sekitarnya.
Dalam doanya Hajar meminta, “Ya Allah, mohon segerakan aku untuk bisa menengok Baitullah. Aku tidak sabar ingin melihat-MU dari dekat, ya Allah.”
Di tengah doa yang tidak pernah putus ia panjatkan, tiba-tiba kabar baik menyeruak dan terdengar ke telinganya. Rupanya, Depag menambah quota ibadah haji untuk tahun 2008. Dan alhamdulillah, dari quota tambahan tersebut, Hajar, suami dan sang tante adalah termasuk salah seorang yang berhak mendapatkan jatah itu. Artinya, mereka bisa berangkat ke tanah suci tahun 2008 itu juga, tidak harus menunggu tahun-tahun berikutnya.
Betapa bahagianya hati Hajar, suami dan tantenya. Rupanya, doa yang kerapkali dipanjatkan kepada Allah selama ini, segera dikabulkan-Nya. Sejak itu, Hajar pun semakin yakin dan percaya akan kekuatan sebuah doa.
Singkat kata, berangkatlah mereka ke tanah suci. Sesampainya di Makkah, Hajar tak pernah berhenti mengagungi ciptaan Allah yang bernama Baitullah. “Ternyata, kiblat yang selama ini saya hadap saat shalat, sudah ada di hadapanku,” ujar Hajar dalam hati. Batinnya serasa ingin menangis karena bisa melihat keagungan Ka’bah dan kemegahan Masjidil Haram dari dekat.
Selama di tanah suci, Hajar tinggal di sebuah pemondokan, yang jaraknya dengan Masjidil Haram adalah 5 km bila ditempuh dengan jalan kaki. Jarak yang cukup jauh ini, kadang membuat sebagian jamaah mengeluh. Hajar sendiri berusaha untuk tidak mengeluh tentang keadaan. Bahkan, baginya, kondisi semacam ini merupakan salah satu ujian untuk menggapai haji yang mabrur. Malah, kadang, Hajar tidak jarang menasehati teman-temannya agar tidak mengeluh tentang keadaan ini.
Selama di tanah suci, Hajar berusaha memanfaatkan betul momen tersebut untuk banyak berdoa kepada Allah. “Saya datangi Masjidil Haram dan berdoa kepada Allah. Saya berdoa apa saja yang terpintas di dalam pikiran,” ujar perempuan beranak empat tersebut.
Setelah berdoa Hajar merasakan, ibarat di handphone, seperti baru dicharge. “Hati saya plong sekali,” ujarnya. Energinya seperti bertambah setelah berdoa. Semangat baru terus-menerus ia rasakan setelah melakukannya. “Ibarat hp, signalnya bagus,” ujarnya.
Ya, Masjidil Haram yang merupakan tempat dikabulkannya doa-doa rupanya tak disia-siakan oleh Hajar. Bahkan, dengan berani ia meminta kepada Allah agar diperkenankan kembali untuk bisa datang ke Baitullah suatu waktu (kelak, doa yang satu ini dikabulkan pula oleh Allah).
Akhirnya, setelah menunaikan semua hal yang dianjurkan dalam ibadah haji, Hajar dan keluarganya pun pulang ke rumah. Mereka pulang membawa sebuah pengalaman yang tak terlupakan dalam hidupnya. Bila dibandingkan dengan rekreasi ke luar negeri, pengalaman ibadah yang satu ini jauh tak terkalahkan dan jauh lebih berbekas. Rasanya ingin kembali lagi ke sana.
Begitulah yang dirasakan oleh Hj. Hajar. Beberapa minggu setelah keberangkatannya ke tanah suci dan gelar “hajjah” pun telah tersemat di namanya, Hj. Hajar rasanya sangat rindu ingin bisa kembali lagi ke sana. Keagungan Baitullah dan kebesaran Masjidil Haram, rupanya betul-betul sangat terekam dalam pikirannya. Tapi, rasanya itu cukup sulit, jika tidak ada campur tangan Tuhan. Sebab, bisa pergi lagi ke sana harus pakai dana. Dan mendapatkan dana dalam waktu singkat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, meski sang suami adalah seorang dokter sekalipun.
Tapi, sekali lagi, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Hajar pun berprinsip demikian. Setiap saat ia berdoa kepada Allah agar bisa diberikan “kesempatan kedua” untuk bisa menengok makam Rasulullah yang sangat suci. Apakah niatnya terkabulkan? Apakah pintanya kali itu didengar Allah?
Suatu kali Hj. Hajar membeli sebuah majalah Hidayah. Majalah kesayangan kita ini memang seringkali menjadi langganan beliau. Tapi, majalah Hidayah yang baru dibelinya itu terasa berbeda. Karena di sana tiba-tiba ada undian berhadiah yaitu pergi umrah. Tawaran yang sangat menarik ini tentu saja tak disia-siakannya. Karena itu, dia pun mengumpulkan beberapa kupon undian berhadiah tersebut. Sehingga batas waktu pengiriman telah tiba.
Hj. Hajar memainkan jari-jarinya di atas keyboard komputer. Sang suami melihatnya agak heran. “Apa yang sedang kamu lakukan, Bu?” tanya sang suami. “Saya lagi ngetik alamat Hidayah,” jawabnya. “Emangnya, untuk apa?” tanya suami lebih lanjut. “Saya mau ikut undian umrah, barangkali dapat,” jawabnya singkat. Sang suami tertawa dan malah ia meledek istrinya, “Jangan bermimpi kamu, Bu.” “Ya, namanya juga berusaha, Pak,” jawab Hj. Hajar singkat.
Selesai sudah alamat Hidayah diketiknya. Sebelum dikirimkannya, dia shalat sunnah dulu dua raka’at dan berdoa kepada Allah, “Ya Allah, saya hendak mengirim undian berhadiah umrah ini. Semoga Engkau berkenan menjadikan saya sebagai salah seorang pemenangnya.”
Setelah shalat sunnah dan berdoa kepada Allah, Hj. Hajar pun berangkat menuju kantor pos dan segera mengeposkan surat undian tersebut. Beberapa bulan kemudian, Hajar mengecek Hidayah dan ternyata pengumuman pemenang itu belum ada. Akhirnya, Hajar pun berkesimpulan mungkin waktunya telah lewat. Setelah itu, Hajar pun tidak mengeceknya lagi. Tapi, beberapa minggu kemudian Hajar mendapatkan telpon. Merasa telpon genggamnya berdering, Hajar pun segera mengangkatnya. “Apakah ibu bernama Ibu Hajar?”
“Ya, saya sendiri.”
“Selamat, Ibu telah berhasil menjadi salah seorang pemenang hadiah umrah.”
Awalnya, Hajar tidak begitu percaya dengan berita itu. Sebab, selama ini ia seringkali mendapatkan pesan sms yang nadanya demikian, tapi ujungnya penipuan. Tapi, oleh sang penelpon itu Hajar diberi keyakinan bahwa undian ini tidak dikenakan biaya. Kalau dirinya tidak percaya, boleh melihat Hidayah edisi terbaru. Setelah itu, Hajar pun yakin. Seketika itu juga Hajar menelpon kantor Hidayah untuk memastikan apakah benar dirinya termasuk salah seorang pemenang hadiah umrah. Jawabannya pun sama. Dan dia semakin yakin lagi setelah membeli Hidayah dan melihat namanya benar-benar tertulis sebagai pemenang hadiah umrah.
Betapa bahagianya Hajar. Rupanya, doanya kali ini kembali dikabulkan Allah. Allah benar-benar sayang kepadanya. Berita baik ini akhirnya diberitahukan kepada suami dan laki-laki itu pun menyambutnya dengan penuh bahagia. Akhirnya, Jum’at sore (25 Juni 2009), Hajar berangkat menuju Jakarta. Ia menuju Hotel Kartika Chandra. Dan Minggu-nya, Hajar menuju Cengkareng untuk siap-siap berangkat ke tanah suci.
Demikian kisah religius yang menimpa seorang perempuan bernama Hj. Hajar. Berkat doanya yang tak pernah berhenti ia panjatkan kepada Allah, ia diberikan kesempatan oleh Allah untuk berangkat ibadah haji dan umrah. Bahkan, setelah kepergian umrah dari Hidayah tersebut, sebulan kemudian ia pergi umrah lagi. Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua! Amien.

Khunaefi, S.Thi/Dimuat Hidayah edisi 111






Tidak ada komentar: