Akibat menggemari Ronaldo (Brazil) karena kelihaiannya mengola bola, si Abdan menamai anaknya seperti dia. Bahkan, rambutnya yang hanya disisakan pada bagian depannya (jambul) ditiru juga oleh anak Abdan. Dengan kata lain, gaya penampilan Ronaldo saat itu selalu diikuti oleh Abdan pada anaknya.
Padahal, jika kita mau tahu, bahwa perbuatan Abdan tersebut dilarang dalam agama Islam. Dalam konsep fikih disebut dengan istilah Al-Qaz’u, yaitu mencukur sebagian rambut anak yang baru dilahirkan dan meninggalkan sebagian yang lain.
Al-Qaz’u, setidaknya, ada empat macam: Pertama, mencukur bagian rambut tertentu di kepalanya. Kedua, mencukur tengahnya dan meninggalkan pinggirannya. Ketiga, mencukur pinggirnya dan meninggalkan tengahnya. Keempat, mencukur bagian depannya dan meninggalkan bagian belakangnya.
Al-Qaz’u merupakan perbuatan makruh. Sebab, sejatinya, velus (rambut pertama) bayi harus dibotakin saat potong pertama. Di samping untuk menghilangkan kotoran (lemak) yang menempel pada kepala bayi akibat persalinan, juga memudahkan bagi orang tua untuk mendeteksi kemungkinan ada luka atau iritasi pada kepala sang bayi. Jika rambut masih utuh, hal ini sulit dilakukan. Pada suatu negeri yang panas, kondisi kepala bayi yang botak juga membuatnya lebih nyaman.
Larangan al-Qaz’u ini bersumber dari hadits Nabi Muhammad Saw. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhum, ia berkata: ”Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang perbuatan Al-Qaz’u.” (muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat Ibnu Ami disebutkan bahwa ia berkata: “Rasulullah SAW melarang kita memotong sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya.”(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Nasai, lafazh hadit milik An Nasai)
Suatu kali Rasulullah SAW pernah melihat anak muda yang memotong sebagian rambutnya dan membiarkan sebagian yang lain, beliaupun melarang mereka dari hal itu, “Cukurlah semua atau biarkan semua!” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar)
Ada beberapa alasan kenapa al-Qaz’u dilarang. Pendapat pertama mengatakan bahwa hal itu disebabkan karena bisa membuat penampilan sang bayi/anak akan terlihat jelek atau tidak pantas. Pendapat yang lain mengatakan bahwa hal itu merupakan kebudayaan umat Nasrani. Pendapat yang lain lagi mengatakan bahwa hal itu merupakan kebudayaan umat Yahudi.
Untungnya, sebagian besar orang tua kita, ketika mengadakan tradisi potong rambut pada hari ketujuh (biasanya bareng dengan aqiqah) atau keempat puluh, selalu memotong habis rambut anaknya. Entahlah, apakah karena tradisi saat itu yang sudah berkembang demikian atau karena mereka sendiri mengetahui tentang pelarangan al-Qaz’u tersebut.
Lalu apakah hukumnya jika kita mencukur rambut secara al-Qaz’u, tapi hal itu dilakukan untuk berobat, operasi atau yang lainnya?
Di dalam kitab Fathul Bari (10/378) Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Imam An-Nawawi berkata: “Para ulama telah sepakat bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang makruh kecuali apabila dilakukan untuk berobat atau semacamnya dan dalam hal ini tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.”
Syaikh Amru bin Abdul Mun’im Salim berkata: Apabila perbuatan ini diikutin dengan keyakinan bahwa ia dapat menolak kejahatan, maka hukumnya adalah haram.
Sebab, ada sebuah anggapan yang berkembang di masyarakat, bahwa jika kita meniru gaya rambut atau potong rambut seperti ini dan itu, maka akan mendatangkan keberkahan buat dia dan menolak bala. Jika anggapan semacam ini yang tertanam dalam otak orang tua saat memotong velus, maka sebaiknya dihindari, karena niat awalnya yang sudah salah. Sebab, potong rambut, selain karena sunnah Nabi juga untuk mendapatkan kepantasan pada penampilan sang anak. Tidak lebih dari itu.
Al-Qaz’u juga termasuk sikap ikut-ikutan terhadap perilaku orang kafir, sedangkan pada hakikatnya dapat merusak penampilan seorang lelaki, merusak kewibawaanya serta melemahkan kejantanannya.
Eep K/Dimuat Hidayah edisi 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar