Selasa, 04 Januari 2011

HR RASUNA SAID; ULAMA, PEJUANG, ORATOR DAN PENULIS PEREMPUAN MINANGKABAU


Sekilas, namanya seperti laki-laki, tapi sejatinya HR Rasuna Said adalah seorang perempuan sejati, yang gagah berjuang melawan penjajah dan orator yang tangguh. Kepintarannya dalam bidang agama juga membuatnya bergelar seorang ulama.

Hajjah Rangkayo (HR) Rasuna Said lahir pada 14 September (ada yang bilang tanggal 15 September) 1910 di Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Meski demikian, tak gampang menemukan rumah kelahirannya yang telah dijadikan Mushola An Nur. Yang jelas, ayahnya, Muhamad Said, adalah pengusaha sukses di daerahnya. Setamat pendidikan dasar (SD), Rasuna Said melanjutkan belajar di Pesantren Ar-Rasyidiyah sebagai satu-satunya santri perempuan. Lalu ia melanjutkan pendidikan di Diniyah School Puteri di Padang Panjang, di bawah asuhan Zainuddin Labai el-Yunusi.
Setelah itu Rasuna belajar agama pada sastrawan dan pujangga ternama, pengarang tafsir al-Azhar, Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), yang juga merupakan salah satu tokoh pembaru di Minangkabau. Ia pun sempat belajar di Sekolah Thawalib Maninjau selama dua tahun, di bawah asuhan Haji Udin Rahmani.
Di almamaternya, Diniyah School Putri, Rasuna pernah menjadi tenaga mengajar sebelum akhirnya berhenti karena keinginannya untuk memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum di sekolah tersebut ditolak. Setelah itu ia lebih memilih perjuangan politik demi kemajuan kaum wanita.
Kesadarannya yang tinggi tentang kesetaraan gender serta kepeduliannya terhadap nasib bangsa membuatnya terlibat aktif dalam berbagai organisasi perjuangan. Ia memulai aktivitas organisasinya di Sarekat Rakyat sebagai Sekretaris Cabang. Tahun 1930, Rasuna ikut mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (Permi), sebuah organisasi perjuangan. Lewat organisasi ini, ia juga turut mendirikan berbagai sekolah di pelosok-pelosok Sumatera Barat. Sebuah Kursus Putri di Bukittinggi pun sempat dipimpinnya.
Rasuna juga dikenal sebagai orator dan aktivis yang gigih menentang penjajahan Belanda. Karena pidatonya sangat tajam terhadap pemerintah Belanda, ia ditangkap dan dipenjara di Semarang (1932). Ia menjadi perempuan pertama yang dijerat pasal Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang dapat menghukum siapapun yang berbicara keras menentang Belanda tahun 1932.
Setelah dibebaskan, Rasuna Said kembali ke Sumatera Barat dan aktif dalam bidang pendidikan dengan mendirikan Sekolah Thawalib, Sekolah Kursus Putri di Padang. Lalu pindah ke Medan dan mendirikan Perguruan Puteri serta terlibat aktif dalam jurnalisme untuk menyuarakan gagasan-gagasannya tentang kemerdekaan dan kesetaraan perempuan. Ia sempat menerbitkan majalah Menara Putri, yang khusus membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria wanita dan keislaman serta menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya.
Pada masa pendudukan Jepang, beliau ikut serta sebagai pendiri organisasi “Pemuda Nippon Raya” di Padang, menggembleng para pemuda agar berjuang untuk memperoleh kemerdekaan tanah air dan bangsa. Organisasi ini dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.
Setelah kemerdekaan, Rasuna menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera, mewakili daerah Sumatera Barat. Kemudian ia terpilih sebagai anggota DPR-RIS di tahun 1950-an. Pada 1959, Rasuna diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) hingga akhir hayatnya, 2 November 1965. Karena jasa-jasanya, Rasuna dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta. Pada tanggal 13 Desember 1974, beliau diangkat sebagai pahlawan nasional dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 084/TK/Tahun 1974.
H.R. Rasuna Said meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf, Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain). Namanya sekarang diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Inspirasi Kaum Perempuan
Seperti halnya RA Kartini dan Dwi Sartika, aktivitas dan perjuangan Rasuna juga patut mendapatkan apresiasi dan sejatinya bisa menjadi inspirasi bagi perempuan selanjutnya. Emansipasi wanita yang ia tegakkan sebagai bagian dari upayanya untuk menegakkan kesetaraan gender yang selama beberapa dekade berada dalam kekuasaan patriarkhi. Karena itu, ada beberapa hal yang mesti kita pahami dari sepak terjang Rasuna Said.
Pertama, Rasuna merupakan simbol perempuan pejuang, yang tidak saja pandai bicara (orator) tapi juga seorang organisatoris. Hal itu, ia tunjukkan dengan terlibat dalam banyak kegiatan perjuangan dan sekolah-sekolah.
Satu hal lagi, bahwa Rasuna juga seorang penulis. Terbukti, ia mampu mendirikan majalah Menara Putri dan berperan sebagai seorang pemimpin redaksi pada Majalah Raya. Dengan kemampuannya ini, praktis beliau adalah seorang multi talenta. Sayangnya, tidak ada data yang menunjukkan akan karya-karyanya yang dibukukan seperti yang dilakukan oleh gurunya, Hamka.
Kedua, beliau adalah seorang penganut idealisme yang kuat. Terbukti, untuk mewujudkan kebebasan negeri ini dari tangan penjajah Belanda dan Jepang serta tegaknya emansipasi wanita, ia rela dipenjara. Padahal, sejatinya, seorang wanita lebih sering berada di rumah mengurus keluarga. Tapi, ia berani keluar dan berjuang menentang kekerasan dan ketidakadilan. Dan terbukti, penjara telah gagal meruntuhkan tekad perjuangannya. Setelah keluar dari hotel prodeo, ia tetap berdakwah baik sebagai pejuang maupun pendidik.
Ketiga, eksistensinya di Dewan Perwakilan Sumatera dan anggota DPR-RIS juga menjadi autokritik terhadap perempuan lain yang memiliki posisi yang sama. Ia memperlihatkan kepada kaum perempuan bahwa untuk menjadi seorang dewan itu tidak harus menjual pesona kecantikan semata, tapi juga kelebihan intelektual. Hal ini kadang berbeda dengan yang terjadi sekarang, seperti masuknya beberapa kalangan selebritis wanita ke dewan. Tanpa punya latar belakang perjuangan politik yang kuat, dia justru bisa diterima di dewan karena pesona kecantikannya atau ketenarannya.
Masih banyak lagi yang bisa dipelejari dari sosok Rasuna. Karena berbagai kelebihannya itu, pantas jika beliau diberikan gelar pahlawan dan dijadikan nama jalan protokoler di Jakarta. Semoga ia menjadi insipirasi bagi kaum perempuan berikutnya! Amien.

Eep K/Dimuat di Hidayah edisi 113



Tidak ada komentar: