Sekarang kita berada pada fase yang mencemaskan dalam perjalanan sejarah kemanusiaan. Bahkan, bisa jadi, sekarang kita berada pada babak yang paling mengerikan dari fase-fase yang pernah ada sebelumnya.
Demikian penelitian terbaru yang dilakukan oleh ilmuwan Australia bernama Dr. John Alroy. “Dunia menghadapi ancaman kepunahan massal yang bahkan lebih hebat daripada kemusnahan Dinosaurus dari muka bumi,” ujarnya.
Alroy mengatakan hal itu berdasarkan fosil untuk melacak nasib kelompok utama binatang laut sepanjang sejarah Bumi. Dia lalu mengkompilasikan data dari sekitar 100.000 fosil, melacak nasib hewan laut, selama masa kepunahan ekstrim yang terjadi sekitar 250 juta tahun yang lalu.
Penemuan yang sempat dipublikasikan di jurnal internasional ilmu pengetahuan, Science, tersebut menunjukkan bahwa peristiwa kepunahan dahsyat sedang berlangsung saat ini, dan berpotensi menjadi yang terparah sepanjang sejarah. "Organisme yang mungkin bisa bertahan di masa lalu, mungkin tidak akan mampu saat ini," kata Dr Alroy.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Ini mungkin berakhir dengan perubahan dasar laut secara dramatis karena perubahan dominasi kelompok. Kepunahan yang berlangsung saat ini akan membalik keseimbangan kelompok hewan laut."
Penelitian ini juga menunjukkan perilaku manusia dan perubahan iklim akan berdampak malapetaka pada semua spesies di Bumi. Tapi, Alroy tidak berani memastikan kapan waktunya. "Kapan terjadinya kemusnahan massal, masih jadi pertaruhan, namun apapun bisa terjadi," ujarnya.
Kita tahu bahwa bumi sudah 5 kali mengalami bencana besar yang menyebabkan sebagian besar spesies mati. Banyak ahli biologi percaya, kita saat ini berada di tahap kepunahaan keenam. Kepunahan pertama adalah 440 hingga 450 tahun lalu yaitu Ordovidician-Silurian.
Kepunahan kedua terjadi pada 360-375 juta tahun lalu, yang dikenal dengan Late Devonian. Kepunahan ketiga terjadi pada 251 juta tahun lalu atau dikenal dengan Permian-Triassic, yang merupakan terburuk dari semuanya. Ini dikenal dengan nama The Great Dying di mana sekitar 96% dari spesies laut dan 70% spesies daratan mengalami kepunahan.
Kepunahan keempat terjadi pada 206 juta tahun lalu, yang disebut dengan kepunahan Triassic-Jurassic. Lalu, kepunahan terakhir adalah Cretaceous-Tertiary yang terjadi 65 juta tahun lalu yang disebabkan oleh meteroid raksasa menabrak Yucatan, Meksiko, hingga menyebabkan kepunahan dinosaurus. Sebanyak 75% spesies punah.
Dan kepunahan keenam sedang kita hadapi sekarang. Namun, menurut Alroy, kepunahan massal baru tidak akan terjadi dengan skrenario yang sama, yakni faktor luar seperti hantaman komet ke bumi. Yang sekarang sedang terjadi adalah lebih banyak disebabkan dari dalam, seperti spesies asing, akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida, polusi, dan deforestasi. Perubahan iklim dan pertumbuhan manusia yang tak terkendali juga memainkan peranan.
Salah satu yang terjadi pada saat sekarang adalah hilangnya spesies burung dan peristiwa kepunahan Alaotra grebe, seperti informasi International Union for the Consercvation of Nature ((IUCN). Edisi baru dari Red List menunjukkan bahwa 1.240 spesies burung berada dalam bahaya kepunahan meningkat dari 21 pada tahun lalu. Kondisi ini, menurut Dr Tim Stowe, Direktur International dari Royal Society for the Protection of Birds, sebagai bukti gagalnya kita dalam menjaga kehidupan satwa di dunia.
Fakta lain adalah prediksi Kalender Maya yang meramalkan bahwa kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012. Akibat ramalan ini, maka film berjudul 2012 yang mengisahkan tentang berakhirnya dunia pada tahun tersebut beredar di pasaran dan menjadi box office. Ramalan ini dipercaya sebagian orang sebagai kondisi yang berbahaya bagi kehidupan manusia di bumi dalam waktu dekat. Sebelumnya, Kalender Maya pernah berhasil menghitung panjang bulan lunar selama 329,53020 hari ribuan tahun yang lalu.
Selain itu, sekarang kita berada pada kondisi yang ilmuwan sebut sebagai sun badai (badai matahari). Badai matahari baru-baru ini telah membombardir bumi dengan energi radiasi yang begitu banyak, sehingga menghancurkan jaringan listrik dan satelit.
Menurut ilmuwan, apa yang terjadi sekarang ini sebagai efek dari pemanasan global (global warming), yaitu proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi.
Efek pemanasan global juga mengakibatkan belahan bumi utara akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Sementara daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan.
Kondisi seperti itu mengakibatkan lapisan permukaan lautan akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Keadaan ini sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Efek lainnya adalah gangguan ekologis. Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian di mana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Fakta-fakta itulah yang dikemudian disinyalir kebanyakan ilmuwan sebagai fase mengerikan abad sekarang. Namun, sedikit kabar baiknya, kepunahan massal saat ini tidak akan seburuk 250 juta tahun lalu, yang dikenal dengan kepunahan Permian-Triassic atau The Great Dying. "Aman untuk mengatakan kehilangan yang akan kita alami belum sedahsyat masa itu. Tapi sangat mungkin untuk mengatakan kita bisa merasakan kehilangan yang sama,” ujar Alroy. Lebih lanjut, Palaebiologis dari Macquarie University itu mengatakan bahwa "Saat ini kita sedang bermain-main dengan proses evolusi dalam skala epik."
Namun, ahli paleontologi Charles Marshall dari University of California, Berkeley berpendapat, bahwa metode statistik Alroy masih perlu review oleh masyarakat paleobiologi.
Terlepas dari benar dan tidaknya, sebagai umat Islam kita pasti akan mengalami sebuah kematian. Tanpa kehancuran alam pun ajal kita pasti akan tiba juga. Hanya satu yang bisa dilakukan, yaitu memperbanyak ibadah kepada Allah dan amal saleh, sehingga kita selalu siap menghadapi situasi terpahit apapun dalam hidup, termasuk bila tiba-tiba besok terjadi kiamat sekalipun. Wallahu a’lam bil shawab!
Eep K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar