Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam (Hijriyah). Muharram sendiri bermakna ‘dilarang’, 'diharamkan' atau 'dipantang'. Karena pada bulan ini segala bentuk permusuhan dan peperangan dilarang atau diharamkan.
Muharram merupakan bulan yang mulia karena di dalamnya kita dianjurkan untuk berpuasa setiap tanggal 9 (Tasu’ah) atau 10 (‘Asyura). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ibnul Qayyim dan lain-lain. Ada juga pendapat yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 11.
Pada masa pra-Islam, 'Asyura selalu diperingati sebagai hari raya resmi bangsa Arab. Pada masa itu orang-orang berpuasa dan merayakannya dengan penuh suka cita sebagaimana hari Nawruz yang dijadikan hari raya di negeri Iran. Mereka, terutama kelompok Yazidi, mengadakan perayaan dengan mengenakan pakaian baru dan menghias kota-kota mereka.
Sementara kaum Yahudi berpuasa ‘Asyura dalam rangka menghormati kemenangan Musa atas Raja Fir’aun. Saat Nabi hijrah ke Madinah, beliau melihat tradisi kaum Yahudi ini. Karena itu, beliau menganjurkan kepada pengikutnya untuk ikut berpuasa juga. Justru, Muhammad menilai bahwa beliau dan pengikutlah yang sebenarnya lebih berhak berpuasa untuk menghormati dan memuliakan Nabi Musa dibandingkan kaum Yahudi.
Di Jawa, tradisi puasa 10 Muharram ini dikenal dengan istilah Sura atau Suro. Sura sendiri merupakan salah satu nama bulan dari tahun Çaka. Nama ini berasal dari mitologi Hindu-Jawa, Aji Çaka. Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa kedatangan orang-orang Hindu di Jawa menandai dimulainya zaman baru, yaitu zaman Aji Çaka yang menurut perhitungan mereka zaman itu bersamaan dengan tahun 78 Masehi. Oleh sebab itu, tahun Çaka dan tahun Masehi berselisih 78 tahun.
Puluhan tahun berikutnya, ketika mataram ada di bawah pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, penanggalan Caka mulai diperbaiki. Maka kemudian tanggal 1 Muharram 1043 H (8 Juli 1633 M) ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro tahun Alip (1555 Caka baru atau Çaka-Jawa).
Bagi kalangan Syi’ah dan sebagian sufi, hari ‘Asyura merupakan hari berkabungnya atas kesyahidan Husain bin Ali, cucu dari Nabi Muhammad Saw pada Pertempuran Karbala tahun 61 H (680). Karena itu, di Bengkulu ada tradisi tabot untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi tersebut. Sementara di Pariaman, Sumatera Barat ada tabut.
Terlepas dari semuanya itu, kemuliaan bulan Muharram juga dicatat dalam al-Qur’an yang artinya, "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa" (QS.At-Taubah: 36)
Empat bulan haram yang dimaksudkan ayat di atas adalah Muharram, Dzulhijjah, Dzulqaidah, dan Rajab.
Dalam kesempatan lain, Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim) dan “Puasa 'Asyura menghapus kesalahan setahun yang telah lalu." (HR. Muslim).
Demikian mulianya bulan Muharram, sehingga Allah menciptakan Nabi Adam pada bulan ini. Selain itu, bulan Muharram juga sebagai masanya Nabi Idris diangkat Allah ke langit, Nabi Nuh selamat dari banjir bah dengan perahu, Nabi Ibrahim lahir dan menerima taubatnya, Nabi Yusuf selamat saat diceburkan ke sumur oleh saudara-saudaranya dan beliau dibebaskan dari penjara, Nabi Ya’kub bisa melihat kembali, Nabi Ayub sembuh dari penyakit kulit, Nabi Yunus keluar dari perut ikan paus, hari pertama alam diciptakan Allah, rahmat dan hujan diturunkan, Allah menjadikan ‘Arasy, Lauh Mahfudz, Jibril dan Nabi Isa diangkat ke langit dan sebagainya.
Masih banyak lagi keutamaan bulan Muharram dan peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini. Hal ini menunjukkan bahwa bulan Muharram benar-benar bulan yang mulia. Karena itu, saat bulan ini tiba, sejatinya kita sebagai umat Islam menyambutnya dengan berpuasa.
Eep K/Dimuat Hidayah edisi 112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar