“Ketika nestapa melandanya, ia justru berjiwa besar mau menolong sahabat yang membutuhkan pertolongannya.”
Pagi hari kala itu, cuaca tampak cerah. Seorang mahasiswa tampak sedang memasak air dengan termos listrik. Suatu rutinitas yang biasa dilakukan lelaki berusia 23 tahun itu setiap hari. Sambil menunggu air mendidih, ia pun keluar dari kostnya untuk membeli koran. Sebagai mahasiswa, Andika, memang termasuk orang yang gemar membaca. Jarak dari kostnya dengan lapak koran cukup jauh dan ia tidak menyadari bahwa kondisi berbahaya sewaktu-waktu akan mengintainya.
Usai 300 meter Andika berjalan, ia pun sudah sampai di lapak koran. Lalu ia meraih sebuah koran ternama di Indonesia dan segera kembali lagi ke kostnya usai membayar. Saat itu ia masih menyadari bahwa ia sedang memasak air. Namun, di tengah jalan, ia bertemu seorang sahabat dan mengajaknya ngobrol. Ketika itu ia masih ingat kalau ia sedang masak air, karena itu ia pun segera menutup obrolannya dengan sang sahabat.
Perjalanan pun dilanjutkan dan melewati sebuah rental komputer, yang selama ini memang menjadi ladang penghasilannya. Ia mampir sebentar untuk melihat-lihat keadaan di dalam. Tidak lama ia di sana dan setelah itu ia bergegas kembali ke kost. Namun, hendak saja ia pulang, tiba-tiba ia bertemu dengan sahabat lainnya lagi dan kembali mengajaknya ngobrol. Saking asyiknya ngobrol, ia lupa bahwa mungkin air yang dimasaknya sudah mendidih. Tidak sadar, ia telah ngobrol selama beberapa menit.
Di tengah asyiknya ngobrol, tiba-tiba seorang ibu berlari terbirit-birit menghampirinya. Ia terkejut ketika sang ibu itu berkata, “Mas, kost kamu kok keluar asap hitam. Kayaknya ada yang terbakar di dalam.”
Saat itulah Andika sadar bahwa ia sedang masak air dan bisa jadi, asap hitam yang keluar dari kostnya itu berasal dari termos listrik yang terbakar. Andika segera berlari menuju kostnya. Ternyata, sampai di tempat, sudah banyak orang yang menunggu di depan kostnya untuk melihat kejadian. Dengan memberanikan diri, Andika membuka pintu dan menerobos masuk ke dalam. Ternyata, pemandangan di dalam ruangan sudah gelap karena asap hitam.
Dengan keberaniannya, ia berusaha menyelamatkan barang-barang yang tersisa. Sementara termos listriknya telah meleleh habis. Rupanya, karena kelamaan memasak, air di dalam termos listrik tersebut habis. Sementara termos listrik tersebut masih menyala, sehingga menyebabkan alat tersebut memuai dan makin lama akhirnya habis. Lelehan termos listrik tersebut lalu menimpa radio kesayangannya, yang baru dibelinya beberapa bulan yang lalu, yang kebetulan menjadi pijakan termos. Dari sinilah, akhirnya merembet ke mana-mana dan membakar hampir seluruh barang yang ada di dalam kost.
Untungnya, setelah itu listrik langsung konslet sehingga kejadiannya tidak merembet ke kost di sebelahnya. Hanya kost Andika saja yang kena. Meski begitu, Andika mengalami kerugian yang cukup besar, jutaan rupiah. Yang menyedihkan lagi, tulisan-tulisan Andika di berbagai media massa, baik koran lokal maupun nasional, ikut habis terbakar. Begitu juga dengan buku-buku yang bertahun-tahun dikumpulkannya dari keringatnya sendiri. Namun, Andika tampak tak memperlihatkan raut wajah kesalnya. Seolah tak pernah terjadi apa-apa padanya. Padahal, kerugian yang dialaminya tidaklah sedikit.
Setelah menyelamatkan barang-barangnya yang tersisa, Andika pergi ke Warkop yang tidak jauh dari kostnya, untuk sekedar melepas rasa haus dan ketegangan yang beberapa menit telah menyergarpnya. Namun, di tengah rasa duka yang belum hilang dari ingatannya, seorang istri dari sahabatnya datang menghampirinya. Tanpa perempuan itu mengetahui apa yang terjadi pada Andika, ia meminta tolong pada lelaki itu, “Dik, bisa pinjam duit gak? Soalnya, suamiku lagi boke.”
Andika sempat terkejut dengan permintaan tolong istri sahabatnya tersebut. Di satu sisi ia sedang dilanda nestapa, namun di sisi lain sahabatnya sedang membutuhkan pertolongannya. Akhirnya, tanpa memberitahu kepada istri sahabatnya tersebut tentang kejadian yang baru saja menimpanya, ia pun merogoh kantong celananya dan memberikan perempuan itu uang 20 ribu rupiah. “Kamu gak usah mikirin dulu kapan bayarnya. Yang penting, pakai aja dulu,” pesan Andika pada istri sahabatnya tersebut.
Andika sudah meniatkan dalam hati, kalau pun tidak dibayar pinjaman itu, ia sudah mengikhlaskannya. Sebab, ia menyadari betul bahwa sahabatnya sedang menganggur berat, sementara ada istri dan anak yang harus dihidupinya. Ternyata, dugaannya memang betul. Bertahun-tahun, sahabatnya lupa membayar hutangnya. Dan Andika sendiri sudah mengikhlaskannya, karena uang 20 ribu tidaklah besar.
Dapat Proyek 20 Juta
Tujuh tahun kemudian. Andika masih tinggal di Jakarta, sementara sahabat yang dipinjami uangnya tersebut telah pindah ke luar kota dan menjadi orang sukses di sana. Ia telah menjadi seorang analis politik yang handal dan berkali-kali muncul di televisi lokal untuk sesi wawancara atau diskusi ilmiah.
Tiba-tiba sang sahabat lama itu menelpon Andika dari jauh.
“Hai Kawan, gimana kabarmu?” tanya sang sahabat lewat gagang telponnya.
Andika masih menyimpan nomor sahabatnya, sehingga meski lama tidak bertemu dan komunikasi, ia langsung menyadari bahwa yang menelpon adalah sahabat lamanya.
“Kabar saya baik, Bro!” jawab Andika.
Mereka pun ngobrol ngalor-ngidul (apa saja) termasuk pembicaraan tentang proyek yang akan digarap sahabatnya tersebut.
“Aku punya kerjaan nih, kamu bisa bantu saya gak?”
Andika diminta oleh sahabat lamanya tersebut untuk membantu proyek pembuatan buku, yang sedang dirintisnya. Namun, karena kesibukan yang sedang dilakoni oleh Andika, akhirnya ia menolak proyek tersebut. Kebetulan, Andika sedang ada tugas luar daerah. Jadi, dia punya alasan untuk menolak proyek sahabatnya tersebut.
Beberapa Minggu kemudian sahabatnya menelpon kembali dan menawarinya lagi. “Dik, pokoknya kamu harus terima proyek ini. Hanya kamu yang bisa saya percaya,” ujarnya meminta.
Karena niat membantu teman dan kebetulan Andika sendiri sedang membutuhkan uang untuk DP rumah yang hendak dibelinya, maka ia pun menerima proyek tersebut. “Oke, saya terima tawaran kamu, Bro,” jawab Andika.
“Berapa yang kamu minta?” pinta sang sahabat.
“Terserah kamu aja, kawan,” jawab Andika.
“Bagaimana kalau saya kasih kamu 20 juta,” jelas sang sahabat.
Andika agak terkejut mendengar kata 20 juta. Dia pikir, sahabatnya tersebut hanya akan memberikannya 5 juta atau 10 juta paling besar. Toh, dia hanya membantu proyeknya saja. Tapi, dia berusaha menyembunyikannya dalam hati, “Oke, saya terima.”
Sejak deal itu, besok harinya sang sahabat pun mentransfer uang 5 juta sebagai tanda jadi dan sisanya, 15 juta, dibayar secara bertahap. Dengan uang itu pun, ia langsung menjadikannya sebagai DP rumahnya.
Setelah kejadian itu, Andika tak pernah habis pikir bagaimana ia bisa mendapatkan proyek 20 juta tersebut. Padahal, antara dia dengan sang kawan sudah tujuh tahun tidak pernah ada komunikasi karena perbedaan jarak dan kesibukan masing-masing. Terus, ia sendiri sudah menolaknya sedari awal. Tapi, akhirnya toh jatuh ke tangan dia juga.
Namun, Andika baru menyadarinya bahwa mungkin itu disebabkan oleh kebaikannya tujuh tahun silam ketika dia membantu sahabatnya tersebut dengan meminjamkan uang 20 ribu kepadanya dengan ikhlas, meski di tengah kondisinya yang sedang nestapa karena kostnya baru saja terbakar. Atas kebaikannya itulah, Allah lalu membalasnya dengan memberikannya proyek senilai 20 juta. Kisah ini pula menunjukkan pada kita bahwa rejeki itu tidak akan pergi ke mana. Kalau sudah jatahnya dia, maka dia pun akan mendapatkannya atas izin Allah.
Waktu dari sedekah hingga dapat proyek 20 juta memang agak lama, tujuh tahun. Tapi, inilah bukti Allah yang selalu menepati janji-Nya bahwa setiap kebaikan akan dibalas oleh kebaikan yang berlipat-lipat. Persoalan apakah dibalasnya cepat atau lambat, itu adalah urusan Allah. Dan kisah serupa yang dialami oleh Andika tersebut sangat banyak terjadi di sekitar kita. Karena itu, pesan lain dari kisah ini, adalah bahwa janganlah kita ragu untuk berbagi kepada orang lain, apalagi kepada orang yang sedang membutuhkan. Semoga!
Epholic
Tidak ada komentar:
Posting Komentar