Sedangkan secara syar'i (istilah), qisas adalah pelaku kejahatan dibalas seperti perbuatannya, apabila ia membunuh maka dibunuh dan bila ia memotong anggota tubuh maka anggota tubuhnya juga dipotong, seperti “hutang budi dibayar budi dan hutang nyawa dibayar nyawa”.
Menurut Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan, qisas adalah perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi.
Qisas disyariatkan dalam al-Quran, as-sunnah dan ijma'. Di antara dalil dari al-Quran adalah firman Allah SWT, "Dan telah Kami tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata….." (QS. Al-Maidah: 45).
Sedangkan dalil dari as-Sunnah di antaranya adalah hadits Abu Hurairah ra yaitu Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan, bisa memilih diyat dan bisa juga dibunuh (qisas).” (HR. al-Jama'ah).
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa wali (keluarga) korban pembunuhan dengan sengaja memiliki pilihan untuk membunuh pelaku tersebut (qisas) bila menghendakinya ataukah memberikan pengampunan dengan cara membayar diyat (tebusan).
Qisas dapat dilaksanakan apabila memenuhi syarat berikut ini:
Pertama, jinayat (kejahatan)-nya termasuk yang disengaja. Ini merupakan ijma' para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah, “Para ulama ber-ijma' bahwa qisas tidak wajib, kecuali pada pembunuhan yang disengaja, dan kami tidak mengetahui adanya silang pendapat di antara mereka dalam kewajibannya (sebagai hukuman pada) pembunuhan dengan sengaja, apabila terpenuhi syarat-syaratnya.”
Kedua, korban termasuk orang yang terlindungi darahnya ('ishmat al-maqtul) dan bukan orang yang dihalalkan darahnya, seperti orang kafir harbi dan pezina yang telah menikah.
Ketiga, pembunuh atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang mukalaf, yaitu berakal dan baligh. Ibnu Qudamah menyatakan, “Tidak ada silang pendapat di antara para ulama bahwa tidak ada qisas terhadap anak kecil dan orang gila. Demikian juga orang yang hilang akal dengan sebab uzur, seperti tidur dan pingsan.”
Keempat, at-takafu' (kesetaraan) antara korban dan pembunuhnya ketika terjadi tindak kejahatan dalam sisi agama, merdeka, dan budak. Sehingga, seorang muslim tidak di-qisas dengan sebab membunuh orang kafir, dengan dasar sabda Rasulullah Saw, “Tidaklah seorang muslim dibunuh (di-qisas) dengan sebab membunuh orang kafir.”
Kelima, tidak ada hubungan keturunan (melahirkan), dengan ketentuan korban yang dibunuh adalah anak pembunuh atau cucunya, dengan dasar sabda Rasulullah Saw, “Orang tua tidak di-qisas dengan sebab (membunuh) anaknya.” Syekh as-Sa'di ketika menjelaskan syarat diwajibkannya qisas menyatakan, “Pembunuh bukan orang tua korban, karena orang tua tidak dibunuh dengan sebab membunuh anaknya.” Sedangkan bila anak membunuh orang tuanya, maka si anak tetap terkena keumuman kewajiban qisas.
Adapun, hikmah diterapkannya qisas sangat banyak, di antaranya:
Pertama, menjaga masyarakat dari kejahatan dan menahan setiap orang yang akan menumpahkan darah orang lain (Lihat Qs. al-Baqarah: 179). Kedua, mewujudkan keadilan dan menolong orang yang terzalimi, dengan memberikan kemudahan bagi wali korban untuk membalas kepada pelaku seperti yang dilakukan kepada korban (Lihat Qs. al-Isra`: 33). Ketiga, menjadi sarana taubat dan penyucian dari dosa yang telah dilanggarnya, karena qisas menjadi kafarah (penghapus dosa) bagi pelakunya.
Qisas dipraktekkan di negara-negara yang menganut syariat Islam seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan (Epholic)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar