Jumat, 01 April 2011

JANIN MENGHILANG KARENA MURTAD


Adakah kaitan antara kemurtadan dengan musibah Tuhan? Sangat ada. Sebab, murtad adalah perbuatan yang dilaknat Allah. Karena itu, Tuhan pun menimpakan cobaan atas pelakunya. 

      Cinta, orang tua dan Allah adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan bila kita berbicara masalah asmara. Karena itu, sejatinya, ketika seseorang sedang dilanda asmara hendaklah minta restu pada kedua orang tua untuk mendapatkan ridha Allah.
      Namun, kisah berikut ini justru sebaliknya. Demi cintanya pada seorang lelaki, ia rela meninggalkan kedua orang tua dan murtad kepada Allah. Sebuah tindakan yang sangat tidak patut ditiru, karena pasti akan mendapatkan murka Allah jika tidak sempat bertaubat.
      Sebut saja namanya Ida. Dia sebenarnya wanita yang baik, awalnya. Karena kedua orang tua mendidiknya dengan penuh perhatian sejak kecil. Bahkan, bangku kuliah pun sempat diecapnya, meski tidak terlalu berprestasi di kelas.

      Namun, satu hal yang dilupakan oleh kedua orang tua ketika mendidik Ida adalah soal pendidikan agama. Akibatnya, Ida pun tumbuh menjadi pribadi yang tidak terlalu taat beribadah. Shalat kadang ditinggalkan, apalagi mengikuti pengajian ibu-ibu di kampung atau di tempat tinggalnya.
      Hal itu tampak ketika Ida berkenalan dengan lelaki bernama Kusuma. Semua orang sudah tahu bahwa lelaki itu beragama Kristen Protestan. Namun, Ida tetap saja menerima cintanya. Di samping karena wajah Kusuma yang gagah, juga karena berasal dari keluarga yang kaya raya. Apalagi, Kusuma memang punya usaha sendiri, yakni bisnis pencucian mobil. Dengan kata lain, Kusuma adalah seorang pengusaha.
      Awalnya, kedua orang tua Ida masih berharap bahwa anaknya akan bisa membawa Kusuma pada agama Islam alias mengajaknya menjadi muallaf suatu saat jika mereka menikah. Karena itu, kedua orang tua Ida tidak terlalu menentang hubungan mereka, meski di awal-awal sempat melarang. Tapi, murka kedua orang tua Ida timbul ketika Ida memutuskan menikah di gereja, yang otomatis akan meninggalkan Islam dan beralih kepada Islam.
      Meski tidak terlalu taat dalam agama Islam, tapi kedua orang tua Ida sangat menyadari bahwa menjadi murtad sama saja dengan melecehkan Islam, dirinya sebagai orang tua, dan warga di sekitar tempat tinggalnya yang mayoritas beragama Islam. Karena itu, kedua orang tua Ida pun melarang anaknya untuk menikah. Dengan kata lain, mereka tidak ridha atas apa yang dilakukan oleh Ida.
      Namun Ida tetap kokoh pada pendiriannya. Ia tetap menikah dengan Kusuma di sebuah gereja dengan konsep yang sangat megah. Kedua orang tua Ida tidak datang pada pernikahan itu, begitu juga saudara-saudaranya yang lain. Bahkan, mereka sangat murka dan mengusir Ida dari rumahnya.
      Satu bulan setelah menikah, Ida pun pulang ke rumah kedua orang tuanya bermaksud untuk minta restu atas pernikahan mereka. Namun, ibarat air dan minyak yang sulit disatukan, Ida justru dicaki-maki dan diusir kembali dari rumahnya. Ida menangis, tetapi kedua orang tuanya tidak perduli. Karena sikap anaknya sudah demikian melampaui batas, dengan berani melawa Tuhan. Menjadi murtad sama saja dengan melawan Tuhan.
      Sejak itu, Ida pun tidak pernah bertemu kembali dengan kedua orang tuanya. Dan tidak terasa, usia pernikahan Ida memasuki dua tahun. Namun, mereka belum dikaruniai anak juga. Akhirnya, mereka mengadopsi anak sebagai “pancingan”. Atas izin Allah, tiga bulan kemudian Ida pun divonis hamil oleh dokter. Ida merasakan mual-mual yang luar biasa, seperti kebanyakan orang hamil lainnya.
      Ida merasakan kesenangan yang luar biasa atas kehamilannya, tak terkecuali dengan Kusuma. Setiap saat mereka memeriksakan kandungannya agar baik-baik saja. Kondisi fisik Ida betul-betul diperhatikan oleh Kusuma agar tidak jatuh sakit atau kecapekan sehingga tidak mengganggu janin yang dikandungnya. Begitu juga dalam pola makannya, Ida benar-benar menjaganya untuk tidak makan sembarangan.
      Pada usia tujuh bulan kandungan, Ida pun kembali memeriksakan kandungannya ke dokter ditemani sang suami. Setelah didiagnosa (USG), dokter pun kembali memvonis bahwa kondisi janin baik-baik saja. Ida dan Kusuma pun sangat berbinar-binar matanya tanda merasakan kesenangan yang tak terkira. Sebab, tidak lama lagi mereka akan memiliki anak setelah tiga tahun menunggu.
JANIN HILANG
      Tak terasa usia kandungan Ida sudah sembilan bulan dan sebentar lagi pasti akan melahirkan. Karena itu, jauh-jauh hari, sebagai suami Kusuma telah mempersiapkan semuanya. Semua peralatan bayi, mulai dari pakaian hingga yang lainnya telah disediakan dengan baik. Sebab, ini adalah anak pertama karena itu benar-benar harus diperhatikan segala kebutuhan sang anak.
      Waktu terus berjalan. Pada suatu malam, Ida pun merasakan mulas-mulas di perutnya. Tampaknya, Ida hendak melahirkan. Akhirnya, oleh Kusuma Ida pun segera dibawa ke dokter untuk diperiksakan kondisinya. Sampai di rumah sakit, Ida segera dibaringkan di ranjang pesakitan.    
      Dokter segera mengambil peralatannya dengan sigap. Lalu ia mendiganosa Ida, barangkali saatnya untuk melahirkan. Ida pun kembali di-USG untuk kesekian kalinya. Namun, betapa terkejutnya sang dokter ketika hasil diagnosa menunjukkan bahwa di dalam tubuh Ida tidak ditemukan janin. Yang ada, hanyalah cairan-cairan seperti lelehan bayi yang telah hancur. Kalau begitu, di manakah janin yang dua bulan yang lalu didiagnosa ada di dalam perut Ida?
      Sebuah pertanyaan sempat mampir di dalam pikiran dokter. Merasa tidak percaya atas apa yang dilakukannya, dokter pun sekali lagi mendiagnosa perut Ida dan hasilnya tetap sama bahwa di dalam perut Ida tidak ditemukan janin dan yang ada adalah cairan-cairan yang tergenang.
      Dokter pun bingung harus berkata apa kepada Ida dan suaminya. Tapi, kebenaran memang harus diungkap. Kenyataan tidak boleh ditutup-tutupi. Dengan segala keberanian, dokter pun akhirnya berterus terang kepada Ida dan suaminya bahwa sesuai diagnosa yang dilakukannya ternyata di dalam tubuh Ida tidak ditemukan janin sedikit pun alias janinnya telah hilang. Dokter sendiri tidak bisa memberikan alasan yang jelas atau sebab yang rasional atas kondisi seperti itu. Sebab, Ida sendiri dalam kondisi baik-baik saja dan sebelumnya, kondisi janin Ida pun didiagnosa tidak terjadi apa-apa. Kalau pun akhirnya terjadi demikian semua itu pasti karena campur tangan yang Maha Kuasa.
      Ketika mendengar keterangan dokter demikian, Ida pun bagai disambar petir. Ia menjerit tidak percaya dan menyangka dokter telah melakukan manipulasi data. Begitu juga Kusuma, ia tidak percaya dengan keterangan dokter. Bahkan, Kusuma akan menuntut dokter karena telah melakukan kecerobohan dalam diagnosanya sehingga mengakibatkan janinnya hilang.
      Merasa dipermainkan oleh dokter, Ida mencak-mencak dan memarahi dokter. Karena tak kuasa menahan kondisi yang berat itu, Ida pun pingsan dan baru sadar setengah jam kemudian. Ida berhasil ditenangkan oleh suaminya dan mereka akhirnya sadar bahwa semuanya telah diatur oleh Tuhan. Apalagi, setelah mereka melihat hasil diagnosanya yang menunjukkan bahwa di dalam perut Ida memang tidak ditemukan janin, yang ada hanyalah cairan-cairan saja.
      Beberapa bulan setelah kejadian itu, Ida masih tampak shock meski sudah ikhlas menerimanya. Pada dirinya ia sangat menyadari bahwa semua ini pasti karena ulah yang diperbuatnya yaitu murtad kepada Allah, sehingga Dia sangat murka kepadanya. Tapi, tetap saja, kejadian itu tak membuat Ida sadar sebenar-benarnya dan kembali kepada agama Islam. Ida lebih memilih sang suami dan melanjutkan rumah tangganya dalam naungan agama Kristen Protestan. Hingga kini Ida pun belum dikaruniai anak, di usia pernikahannya yang memasuki 10 tahun.
      Demikian kisah yang terjadi pada Ida. Dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa antara cinta, orang tua dan Allah hendaklah tak bisa kita pisahkan. Jangan karena cinta, kita melupakan ridha kedua orang tua dan berani murtad kepada Allah, kalau tidak ingin mendapatkan murka-Nya. Semoga!
Epholic

Tidak ada komentar: