Kamis, 31 Mei 2012

ISBAL


By Eep Khunaefi

S
ecara bahasa, isbal diartikan memanjangkan atau melabuhkan kain. Sedangan menurut istilah, isbal adalah memanjangkan kain pakaian secara berlebihan hingga menutupi mata kaki baik itu pakaian perempuan maupun pakaian laki-laki.
Ulama berbeda pendapat soal hukum Isbal. Pendapat pertama, bahwa hukum isbal adalah mutlak haram. Ulama yang berpendapat demikian adalah Syeikh bin Baz dan ulama Wahabi lainnya.
Menurut mereka, apapun alasannya (riya atau tidak), isbal tetap haram. Pendeknya, apapun bagian pakaian yang lewat mata kaki adalah dosa besar dan menyeret pelakunya masuk neraka. Dalil yang jadi rujukan mereka adalah Sabda Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi, “Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung maka tempatnya di neraka " [Hadits Riwayat Bukhari dalam sahihnya]

Anehnya, Imam Ibnu Taimiyah sendiri, yang pendapatnya selalu jadi rujukan Syekh bin Baz dan kaum Wahabi justru membolehkan isbal.
          Pendapat kedua, bahwa isbal boleh saja (mubah). Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, haramnya isbal tidak bersifat mutlak. Isbal hanya haram bila memang dimotivasi oleh sikap riya’.
          Ulama lainnya yang membolehkan isbal adalah Al-Imam Nawawi. Menurut penulis kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhus-Shalihin ini, semua hadits yang menerangkan isbal dan pelakunya masuk neraka, apabila dilakukan oleh orang yang sombong (khuyala’). Hal itu terlihat dari rukhshah (keringanan) yang diberikan Nabi kepada Abu Bakar dengan sabdanya, "Kamu bukan bagian dari mereka." Hal itu karena panjangnya kain Abu Bakar bukan karena sombong.”
          Senada dengan Imam Nawawi, Ustadz Muhammad Muafa, M.Pd, Pengasuh Ponpes IRTAQI, Malang, Jatim berpendapat bahwa hukum isbal adalah mubah selama tidak disertai kesombongan tanpa membedakan apakah pakaian itu berupa gamis, sarung, celana, Jarit, Izar (seperti yang dipakai saat Ihram) dan sebagainya. Adapun jika Isbal itu disertai sombong, maka hukumnya haram yang keharamannya berlaku bukan hanya pada isbal pakaian tetapi pada semua penggunaan aksesoris tubuh yang memicu kesombongan.
Dalil yang membolehkan isbal, menurut ustadz Muafa, adalah sebagai berikut: Pertama, nash hadits yang berbunyi, “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan melihat orang yang menyeret  kain sarungnya karena sombong." (H.R. Bukhari)
Dalam riwayat Az Zuhriy dari Salim, Ibnu 'Umar ra bercerita bahwa Nabi Saw. besabda, "Ada seorang laki-laki yang ketika dia menyeret  pakaiannya karena kesombongan, ia dibenamkan ke dasar bumi, dan orang itu terus meronta-ronta hingga hari qiyamat".(H.R. Bukhari)
Riwayat-riwayat ini dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. melarang isbal karena ada sebabnya yaitu kebiasaan sebagian  orang yang  mengulurkan dan menyeret pakaiannya karena angkuh dan sombong. Makna implisitnya, jika isbal tersebut dilakukan tidak karena sombong berarti tidak terkena celaan dan tidak termasuk ke dalam ancaman. Dengan kata lain, lafadz bathara (keangkuhan) dan khuyala’  (kesombongan) dalam riwayat-riwayat di atas menjadi Qoid (pengikat) dari syariat larangan isbal.
Kedua, Rasulullah Saw. sendiri melakukan isbal. Bukhari meriwayatkan, “Dari Abu Bakrah ra dia berkata, "Ketika kami berada di samping Nabi Saw. tiba-tiba terjadi gerhana Matahari, maka beliau segera berdiri menuju masjid, dan menyeret pakaiannya karena tergesa-gesa hingga tiba di masjid. Lalu orang-orang pun segera berdiri di sisinya dan beliau mengerjakan shalat dua rakaat.” (H.R.Bukhari)
Dalam riwayat Ibnu majah juga terdapat kisah isbal-nya Rasulullah Saw. Ibnu Majah meriwayatkan, “Dari Imran Ibnul Hushain ia berkata, "Rasulullah Saw. pernah salam pada raka'at ketiga dalam shalat ashar, lalu beliau berdiri dan masuk kamar. Maka berdirilah Al-Khirbaq, seorang laki-laki yang tangannya lebar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah shalatnya diringkas?" Beliau pun keluar dan marah sambil menyeret kain sarungnya, beliau bertanya tentang hal itu hingga beliau diberitahu tentang hal itu. Kemudian beliau melaksanakan raka'at yang tertinggal lalu salam, kemudian beliau sujud dua kali dan salam kembali. " (H.R. Ibnu Majah)
Kesimpulannya: Mustahil Rasulullah Saw. melakukan isbal, jika hal itu hukumnya haram secara mutlak. Seandainya isbal memang haram secara mutlak sebagaimana haramnya berzina atau mencuri, maka satu kali pun Rasulullah Saw. tidak akan pernah melakukannya karena seluruh Nabi Ma'shum (terjaga dari dosa). Isbal yang dilakukan Rasulullah Saw. menunjukkan bahwa larangan isbal itu tidak mutlak, tetapi muqoyyad (diikat kondisi tertentu) yaitu kesombongan. Artinya isbal hukumnya haram jika dilakukan karena sombong.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

copas ni ye