By Epholic
Manusia itu sangat ego dan
sombong. Orang kaya merasa dirinya berkuasa sehingga leluasa menginjak orang
miskin dan lemah. Pejabat merasa dirinya hebat dan super power sehingga seudele dewek menindas rakyat. Padahal,
hakikatnya, manusia adalah sama di mata Allah. Tidak ada miskin dan kaya. Tidak
ada rakyat dan penguasa. Tidak ada kulit putih itu lebih baik dibanding kulit
hitam. Di mata Allah, semuanya sama. Allah hanya melihat dari kualitas
ibadahnya.
Kisah-kisah seperti inilah yang diusung dalam ibadah haji. Menurut
Dr. Ali Syariati, ibadah haji adalah
sebuah pertunjukan tentang “penciptaan”, “sejarah”, “keesaan”, ideologi Islam”,
dan ummah. (hal.19)
Keesaan manusia sebagi makhluk Allah sangat kentara dalam ibadah
haji. Mereka mengenakan pakaian ihram yang sama yakin berwarna putih dan polos.
Dalam keadaan inilah, kita tidak pernah tahu apakah orang yang berada di depan
kita adalah orang kaya? Apakah orang yang berjalan di samping kita adalah
seorang pejabat? Apakah orang tua yang diusung dengan tandu adalah orang
miskin? Semua orang di sana nyaris tak beridentitas, semuanya menjadi “esa”,
satu. Mereka sedang berevolusi untuk menuju Allah.
Buku berjudul asli Hajj
dan diterjemahkan menjadi “Makna Haji” ini merupakan ringkasan dari pengalaman
dan pemahaman pribadi Dr. Ali Syariati setelah menunaikan ibadah haji tiga kali
dan berkeliling kota Makkah satu kali. “Buku ini hanyalah komentar dan tafsiran
tentang berbagi ritus haji oleh seorang hamba yang hina,” tulis Ali Syariati.
Menurutnya, dengan buku ini ia mencoba menafsirkan ritus-ritus
ibadah haji sebagi seorang Muslim yang sudah menunaikan ibadah haji dan berhak
untuk berbicara tentang haji sepulang ke negerinya.
Perspektif Ali Syariati tentang haji sangat konstruktif dan
inovatif. Salah satunya adalah ketika ia menyimbolkan ibadah haji seperti
sebuah pertunjukan (sandiwara). Dalam ibadah haji, Allah adalah sutradaranya.
Tema yang dibawakan adalah perbuatan orang-orang yang terlibat dan para tokoh
utamanya adalah Adam, Ibrahim, Hajar, dan Setan. Lokasi pertunjukannya adalah
Masjid al-haram, daerah Haram, Mas’a, Arafah,Masy’ar dan Mina.
Sementara simbol-simbol yang penting adalah Ka’bah, Shafa, Marwah,
siang, malam, matahari terbit, matahari tenggelam, berhala dan upacara kurban.
Pakaian dan make-up-nya adalah Ihram, Halqh dan Taqshir. Kita sendiri yakini
orang yang berhaji adalah aktor-aktornya. Tidak peduli apakah kita seorang
laki-laki atau perempuan, muda atau tua, kulit hitam atau kulit putih, kita
adalah aktor utama yang berperan sebagi Adam, Ibrahim, dan Hajar dalam
konfrontasi antara “Allah dengan setan”.
Agar ibadah haji diterima Allah, menurut Ali Syariati, kita harus
bisa melepaskan sifat-sifat serigala (lambang kekejaman dan penindasan), tikus
(lambang kelicikan), rubah (lambang tipu daya), dan domba (lambang
penghambaan). Unsur-unsur ini harus dihindari oleh orang berhaji. Sebab, “Hajj
(orang berhaji) bisa menjadi teladan dalam kegelapan masyarakat, bagikan sinar
kemilau dalam kegelapan,” ujar Syariati.
Buku ini sangat bagus untuk dibaca, karena itu ia sampai delapan
kali mengalami cetak ulang, di mana cetakan pertama adalah tahun 2001. Semoga
kita bisa menjadi haji yang mabrur! Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar