By Eep Khunaefi
Banyak yang mengira gunung itu diam seperti benda mati.
Sesungguhnya dia juga bergerak layaknya manusia.
G
|
unung adalah
sebuah bentuk tanah yang menonjol di atas
wilayah sekitarnya. Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari
sebuah bukit, tetapi ada kesamaaan, dan penggunaan sering tergantung
dari adat lokal. Beberapa otoritas mendefinisikan gunung dengan puncak lebih dari besaran
tertentu; misalnya, Encyclopædia Britannica membutuhkan
ketinggian 2000 kaki (610 m) agar bisa didefinisikan sebagai gunung.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), definisi gunung adalah "Bukit yangg sangat besar dan
tinggi (biasanya tingginya lebih dari 600 m)."
Gunung paling tinggi di Indonesia adalah Jayawijaya berada
di Papua.
Sebuah gunung biasanya terbentuk dari gerakan tektonik lempeng, gerakan orogenik atau gerakan
epeirogenik. Pegunungan
merupakan kumpulan atau barisan gunung.
Dalam bahasa daerah di Indonesia, Gunung memiliki
beberapa nama, seperti Gunong, glee (Aceh), Deleng (Karo), Dolok (Batak), Bukit
(Melayu, berarti gunung kecil), Pasir (Sunda), Igir, wagir, wukir, meru (Jawa),
Bulu (Bugis), Keli (Flores), Nga (Papua pedalaman), dan Olet (Sumbawa).
Menurut
Profesor Siaveda, ahli geologi dari Jepang, perbedaan pokok antara gunung
yang ada di benua dan gunung yang ada di samudera terletak pada bahannya.
Gunung yang ada di benua pada dasarnya terbuat dari endapan, sedangkan gunung
di samudera terbuat dari batu vulkanik. Gunung di benua terbentuk dari kekuatan
tekanan, sedangkan gunung di samudera terbentuk dari kekuatan perpanjangan.
Tetapi, di antara kedua gunung itu memiliki persamaan bahwa mereka mengakar
untuk mendukung pegunungan.
Gunung
berfungsi sebagai pasak agar bumi tidak goyang. Sebab, konon dijelaskan bahwa
saat alam semesta diciptakan, terjadi gempa bumi. Lalu Allah menciptakan gunung
agar bumi tidak lagi goyah dan menjadi lebih kokoh. Dalam QS. An-Nahl (16): 15
disebutkan, “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama
kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat
petunjuk.” Dengan kata
lain, fungsi gunung bagi bumi adalah sebagai pasak. Allah berfirman, “Dan gunung-gunung sebagai pasak.” (QS.
An-Nahl [16]: 7)
Gunung sebagai pasak bumi ini baru diakui
oleh ilmuwan Barat beberapa puluh tahun kemudian. Salah satu pengakuan itu
tertuang dalam sebuah buku berjudul Earth,
sebuah buku yang dijadikan rujukan di banyak universitas di seluruh dunia.
Salah seorang pengarangnya yang bernama Profesor
Emeritus Frank Press, Penasehat Ilmu Pengetahuan dari mantan Presiden
Amerika Jimmy Carter dan selama 12
tahun menjadi presiden dari National Academy of Sciences, Washington, DC, menyatakan
bahwa gunung-gunung mempunyai akar di
bawah mereka. Akar ini menghunjam dalam, sehingga seolah gunung-gunung
mempunyai bentuk bagaikan pasak.
Akar gunung ini dapat mencapai kedalaman yang
berlipat dari ketinggian mereka di atas permukaan tanah. Karena itu, gunung
disebut sebagai “pasak” karena bagian terbesar dari sebuah pasak tersembunyi di
dalam tanah. Dan pengetahuan semacam ini, tentang gunung-gunung yang memiliki
akar yang dalam, baru diperkenalkan di paruh kedua dari abad ke-19.
Pertanyaannya: Apakah gunung itu diam atau bergerak?
Sebelum al-Qur’an turun 15 abad yang lalu, mungkin kita tidak pernah menyangka
bahwa sesungguhnya gunung itu tidak diam alias bergerak. Sebelum itu hampir tidak kita temukan sebuah teks
atau keterangan yang menjelaskan bahwa gunung itu bergerak setiap saat. Namun,
kemudian Nabi Muhammad Saw. tampil dan menjelaskan kepada umat lewat ayat-ayat
suci al-Qur’an yang menerangkan bahwa gunung yang sangka kita diam itu
sesungguhnya bergerak.
Allah berfirman dalam QS.
An-Naml (27) ayat 88, "Dan kamu
lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan."
Ayat
di atas menjelaskan bahwa gunung pun bergerak setiap saat seperti pergerakan
awan. Hanya saja kita tidak pernah mengetahui sebelum itu, kecuali setelah
al-Qur’an turun menjelaskannya. Mengapa gunung bisa bergerak? Menurut Prof. Dr. Harun Yahya, gerakan
gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada.
Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat.
Meski
begitu, beberapa puluh tahun usai al-Qur’an turun, tak ada satu pun ilmuwan
Barat yang mencoba meneliti kebenaran ilmiah yang bersumber dari al-Qur’an
tersebut. Barulah pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah,
seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred
Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada
masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga
terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Pernyataan
Wegener tersebut dituangkan dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915. Di
situ diterangkan bahwa sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang
ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea.
Daratan ini terletak di kutub selatan.
Namun,
sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea ini terbelah menjadi dua bagian yang
masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua
raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan
India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika
Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana
dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Lebih
lanjut Wegener menulis bahwa benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya
Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa
sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan
luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Demikian
pengakuan Wegener tentang kemungkinan pergerakan gunung. Hanya saja, ucapan
Alfred Wegener tersebut masih belum diakui kebenarannya oleh ilmuwan lain. Pada
1980, tepatnya 50 tahun setelah kematiannya, barulah ahli geologi baru bisa
memahami kebenaran pernyataan Wegener.
Maka,
pada 1985, Carolyn Sheets, Robert
Gardner dan Samuel F. Howe pun
mengakui dalam karya mereka demikian, “Kerak dan bagian terluar dari magma,
dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut
lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut
teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada
permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah
diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut
terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara
perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih
lebar.”
Menurut Harun Yahya, pengakuan beberapa
ilmuwan Barat akan continental drift
(istilah untuk gerakan gunung) tersebut, secara tidak langsung menunjukkan sisi
lain dari keajaiban al-Qur’an. Bahkan, disebutkan dalam sebuah hadits,
pergerakan gunung ini disebabkan karena gunung juga sejatinya hidup. Di dalam sebuah kisah disebutkan
bahwa saat Nabi Saw berada di Jabal Uhud, salah satu gunung terbesar di Madinah,
bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khathab, tiba-tiba gunung tersebut terjadi goncangan
kecil, maka beliau bersabda, “Wahai gunung, diamlah, di atasmu ada utusan Allah
dan dua manusia utama.” Gempa itu pun berhenti. Bahkan, dalam kisah
lain disebutkan bahwa gunung pun bisa berbicara. Maka, tak heran jika gunung
pun bisa bergerak karena hakekatnya dia hidup seperti layaknya manusia. Wallahu a’lam bil shawab!
Eep
Khunaefi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar