Jumat, 12 Agustus 2011

ISMAIL,“Kematian Ayah dan Durhakanya Anak, Membuatnya Bertaubat”


Banyak hal yang membuat seseorang berubah. Salah satunya adalah persoalan rumah tangga dan anak. Demikian pula yang dialami oleh kakek yang satu ini. 

      Sehari-hari dipanggil Ismail. Usianya sudah cukup tua, 62 th. Meski begitu, ia masih tampak bersemangat dan segar bugar. Rahasianya adalah mengabdi pada Tuhan seikhlas-ikhlasnya.
      Ya, lelaki yang sehari-hari dipanggil pak haji meski tak pernah pergi ke Mekkah ini, memiliki pengalaman yang sangat getir sebelum ia memutuskan diri untuk tinggal di masjid dan menghabiskan sisa hidupnya dengan beribadah dan mengurus tempat ibadah tersebut.
      Sebagai anak seorang tentara, saat remaja dan muda, Ismail terbilang sangat bandel. Belum saja sekolah SMA rampung ia sudah menikah dengan wanita pujaannya. Namun, belum lama rumah tangga dirajutnya ia malah sudah bersenang-senang dengan perempuan lain (berselingkuh). Parahnya, hal itu dilakukannya di depan sang istri.

      Tidak saja senang mempermainkan perempuan ia juga suka mabuk-mabukan. Dengan kata lain, Ismail muda adalah sosok yang tidak menjadi harapan dan kebanggaan kedua orang tua. Lebih banyak kenakalannya dibandingkan kebaikan yang dilakukannya.
      Saat usia menginjak dewasa, perilaku nakalnya tidak menyusut, malah menjadi-jadi. Tidak tanggung-tanggung, hasratnya yang tinggi pada seorang lawan jenis, membuatnya berkali-kali menikah dan akhirnya memiliki empat orang istri.
      Namun, di tengah kekurangannya itu, Ismail adalah seorang pengusaha yang sukses. Ia menjadi pedagang durian yang diekspor ke luar kota. Usahanya sukses, sehingga bisa menutupi seluruh kebutuhan keluarga. Pernah suatu kali, saat membawa durian dan uang 15 juta di kantong, ia dihadang 8 orang tak dikenal hendak merampok. Hebatnya semua orang itu ia berani lawan. “Jagoan kok dilawan,” ujarnya mengingatkan keberaniannya saat itu.
      Keberaniannya itu pernah pula dilakukannya pada dua orang polisi yang hendak menyetopnya karena berandalan saat mengendarai motor. Namun, kedua polisi itu pun berani dilawannya, bahkan dengan pistol milik sang polisi ia menembakannya ke mereka. Setelah itu, ia pun dikejar-kejar polisi, hingga membuatnya berlari dari Palembang ke Bandar Lampung.
      Ya, kisah perjalanan hidup seorang Ismail memang memilukan. Namun, dari sekian yang paling getir adalah saat kematian ayahnya pada tahun 1994. Belum sempat ia meminta maaf atau setidaknya berbuat kebajikan pada sang bapak, orang yang dicintainya itu justru telah meninggalkannya. Kejadian ini benar-benar telah memukul jiwanya.
      Belum lagi ia lepas dari kematian sang bapak, ia pun harus dihadapkan pada kedurhakaan sang anak, begitu nilainya. Anak kesayangannya tidak menghargainya sebagai seorang bapak. Bahkan, dengan sangat berani, sang anak menyebut dirinya seperti seorang binatang yang memperlakukan istri dan anak-anaknya sangat kasar dan tak bertanggung jawab. Entahlah, siapa yang salah! Tapi, sikap sang anak yang dianggap keterlaluan itu membuatnya begitu terpukul, hingga membuatnya berlari dan mencari ketenangan di masjid. Nah, di sinilah babak baru kehidupan seorang Ismail dimulai.
      Di masjid kota Metro, Bandar Lampung, ia tinggal di kamar atas. Di sinilah ia melakukan tafakkur, merenungi segala yang terjadi pada dirinya. Kenapa anaknya melawan dirinya? Kenapa setiap dinasehati, sang anak selalu melawan dan tidak menurut, bahkan menyebutnya binatang? Berbagai pertanyaan memilukan kerapkali menghantuinya.
      Rupanya, ia mulai menemukan jawabannya bahwa bisa jadi semua itu dikarenakan ulah-ulahnya di masa lalu yang kelewat bandel, yang kerapkali menyakiti kedua orang tuanya dan suka mempermainkan wanita. Setelah bertafakkur dan melalui hari-harinya di masjid, ia pun mulai menemukan ketenangan. Sejak itu, ia pun terus-menerus tinggal di masjid. Tasbih pun tak pernah lepas dari tangannya.
      Kini, hidupnya benar-benar pasrah. Bahkan, saking pasrahnya dan ikhlasnya menjalani hidup ini, jika saja saat itu juga nyawanya diambil oleh Allah dia sudah mengikhlaskannya. “Bahkan, saya sendiri maunya meninggal saja sekarang, jika itu memang yang terbaik di mata Allah,” ujarnya sangat yakin.
      Ya, hidupnya kini berbalik 180 derajat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Namun, satu hal yang belum bisa dihilangkannya adalah amarah. Meski sudah mulai terkikis, tapi jiwanya yang kerapkali mudah marah dan penuh emosional sulit sekali dihilangkan. Karena itu, satu hal permintaannya setiap kali bertemu dengan para kiayi atau guru adalah meminta petuah untuk bisa melenyapkan sikap amarah berlebihan yang ada dalam dirinya.
      Untuk niatnya ini, lelaki yang rajin puasa Senin dan Kamis ini pernah memaksakan diri sampai pergi ke Jawa Tengah untuk menemui seorang guru yang didengarnya dari seseorang, untuk mengobati penyakit amarahnya tersebut. Ia merasakan ada sisi positif dari pertemuannya dengan sang guru tersebut.
      Ya, Ismail telah berubah. Selama masa pertaubatannya itu ia kerapkali mengalami berbagai keajaiban. Ia mulai bisa membaca al-Qur'an sendiri, padahal huruf hijaiyah saja tidak pernah ia ketahui dengan baik. “Saya ingin bisa baca al-Qur'an, tapi kok gak bisa-bisa,” ujarnya. Hingga suatu kali ia melihat langit seolah-olah tersingkap dua kali dan saat itulah ia langsung bisa membaca al-Qur'an. Kata orang, ia telah mendapatkan ilmu laduni. Ia tidak meminta orang untuk mempercayai kisahnya, tapi itulah kenyataan hidup yang dialaminya.
      Pernah pula suatu kali ada orang kerasukan. Beberapa orang pintar diundang untuk mengobatinya, tapi orang yang kerasukan itu belum bisa sembuh juga. Masih ada sosok yang kuat merasuk ke dalam tubuh orang itu. Namun, anehnya, saat orang itu disentuh oleh dirinya, tiba-tiba saja ia sembuh. Orang-orang pun dibuat terkejut oleh kelebihannya tersebut. Ia sendiri tidak menyangka bisa melakukannya. “Saya hanya niat basmalah saja, kok ia bisa sembuh,” ujarnya kala itu.
      Saya sendiri dibuat terkejut tentang kemampuannya memahami al-Qur'an dan penguasaannya terhadap beberapa hukum tajwid dan makhorijul huruf. Padahal, ia tidak pernah jadi santri dan belajar agama secara serius, tapi bisa melafalkan al-Qur'an dengan benar. Bahkan, bisa memahami tafsir al-Qur'an dengan cukup baik. Ia sendiri mengakui cukup risih jika ada imam yang bacaan tajwidnya tidak baik. Tidak segan-segan, setelah itu ia malas untuk menjadi makmum terhadap orang itu.
      Ya, Ismail telah diberikan banyak keajaiban dalam masa pertaubatannya. Mungkin ini adalah jawaban Allah atas kesungguhannya untuk bertaubat (taubah nasuhah). Yang jelas, satu hal yang selalu tegas dikatakannya, ia sudah siap untuk meninggalkan dunia yang fana ini, jiwa sewaktu-waktu Allah memanggilnya. Satu hal yang mungkin masih menjadi sesuatu yang sangat menakutkan bagi jutaan, bahkan milyaran manusia, di dunia ini. 

Tidak ada komentar: